My Coldest CEO

9| Upholding Self-esteem



9| Upholding Self-esteem

0Duduk di halte bus adalah hal yang sangat menyebalkan. Selain terik matahari mulai menyengat permukaan kulit wanita yang tengah membawa tentengan, ia mengusap peluhnya. Tadi, katanya sang Tuan akan menjemput dirinya tepat di depan pusat perbelanjaan yang memang berjarak beberapa langsung saja dari halte.     

Tapi entah kenapa, sosok itu belum muncul juga membuat dirinya harus menepi. Bisa-bisa kopi yang berada di dalam botol ini sudah tidak panas, ah berdoa saja supaya suhunya tetap dan kalau berkurang pun tidak berkurang drastis.     

"Huh kalau seperti ini lebih baik aku memesan taksi saja."     

Felia menyatukan kantung belanjaannya, satu dengan yang lainnya pada genggaman di tangan kiri. Ia langsung saja merogoh tas selempang-nya, lalu mendapatkan sebuah benda pipih dari dalam sana. Ia berniat untuk memesan taksi online, namun sebuah notifikasi dari layar ponselnya itu pun membuat ia membelalakkan kedua bola matanya.     

@leonardo luis following you back     

"Kayaknya jari Leo kepeleset deh, gak mungkin dia follow balik akun wanita seperti diri ku." gumamnya dengan tidak percaya.     

Hanya dengan tangan kanannya saja ia mampu mengoperasikan ponsel yang pas sekali berada di genggamannya. Ia mengutak-atik akun Instagram milik Leo, mencari tahu apakah aplikasi ini tengah error sampai memunculkan notifikasi yang sangat berkali-kali lipat mustahil.     

Pasalnya, yang hanya di ikuti laki-laki tersebut hanya para artis atau kolega lainnya bahkan kerabat terdekat. Rasanya ia hanya wanita beruntung yang bisa berada di posisi seperti ini. Masih tidak percaya, ia mengecek seluruh postingan milik Leo. Dan ya, semua postingan itu masih serupa dari beberapa jam yang lalu, seperti yang ia lihat sebelumnya.     

"Jadi, aku harus senang atau apa?"     

"Gimana kalau...."     

"Ah gak mungkin, lihat saja tadi Leo sudah memiliki seorang kekasih. Tapi sialnya aku tidak melihat secantik apa wajah itu, pasti jauh sekali jika di bandingkan dengan dirinya."     

Memangnya siapa yang ingin dengan wanita cukup good looking namun materinya tidak mendukung fisik seperti itu? Ya ada sih pasti nantinya, mungkin saja jodoh Felia tengah on the way tapi menggunakan skuter makanya lama.     

Positif thinking adalah jalan yang pantas dilakukan Felia selagi seluruh pemikiran over thinking mulai menjalar ke setiap sudut ruang di kepalanya.     

Kalau Leo saja setampan itu, sudah seharusnya kekasihnya lebih dari kata Dewi Yunani, iya kan?     

Rasanya kalau dirinya bersanding dengan wanita yang jauh lebih cantik dengan fashion yang tinggi, rasanya sangat membuat rasa tidak percaya diri timbul di benaknya. "Beda cerita kalau aku yang sama Leo, ih perbedaannya pasti kelihatan banget ya." ucapnya sambil terkekeh kecil. Ia memikirkan bagaimana kalau ia yang berada di samping Leo, pasti sangat mencolok karena dirinya akan menjadi pasangan ter-ugly.     

Insecure adalah hal yang paling disukai oleh banyak wanita, termasuk dirinya. Pekerjaannya saja hanya menjadi ART di rumah megah saja, tanpa pernah berpikiran untuk mendapatkan jodoh layaknya sang pangeran berkuda. Jangan meningkatkan halusinasi deh, bisa-bisa nanti kalau tidak sesuai dengan kenyataan menjadikan dirinya langsung terhempas.     

Lebih baik menikmati hidup yang sekarang, tidur satu ruangan bersama barang rongsokan yang masih berfungsi dengan baik. Dan jangan lupa beberapa serangga peliharaan seperti laba-laba di ujung sudut rumah, dan terkadang pun ada binatang kecil lain yang melintas hanya untuk sekedar menyapanya.     

Ia sama sekali tidak pernah malu berpakaian apa adanya yang memang jauh dari kata bagus dan modern, bahkan ia tidak malu kalau misalnya di injak-injak hanya karena penampilannya.     

Menjadi apa adanya memang hal yang sangat sulit, karena kebanyakan orang lebih menilai kesempurnaan daripada kesederhanaan.     

Drtt ...     

Drtt ...     

Drtt ...     

Tersentak, Felia langsung saja menggelengkan kepalanya karena ia sempat melamun hal yang sangat tidak penting.     

Nama 'Tuan' di layar ponselnya itu membuat dirinya menyunggingkan senyuman, akhirnya hal yang ia tunggu-tunggu datang juga. Sudah bosan ia hanya duduk di bangku halte sambil melihat ke sekitar, bahkan sempat membuat perhatian banyak orang terpusat ke arahnya sambil menatap dengan sorot mata aneh.     

Segera ia menempelkan ponsel itu ke telinganya, "Halo, Tuan. Aku sudah berada di halte, duduk seorang diri di sini." ucapnya sambil tersenyum cerah. Ia rasanya ingin duduk di tepi kolam renang, ya walaupun dirinya hanya seorang ART tapi sang Tuan rumahnya pun mengizinkan ia untuk melakukan apapun asal tidak merugikan.     

Suara deheman di seberang sana terdengar, seakan-akan mengerti dengan ucapannya. "Ku bilang untuk menunggu di depan pusat perbelanjaan tapi kamu malah ke halte," ucapnya. Tidak, ia sama sekali tidak marah. Bahkan nada bicaranya terdengar biasa saja.     

Felia meringis kecil, ia adalah wanita yang cepat sekali merasa tidak enak pada seseorang. "Ah maafkan aku, Tuan. Habisnya tumben sekali cuaca hari ini cukup terik dan aku juga lelah berdiri di sana sendirian." ucapnya.     

"Baiklah, aku akan sedikit melajukan mobil ku, kau sudah lihat?"     

Felia menolehkan kepalanya ke arah tadi ia berdiri, dan benar saja di sana sudah ada mobil sport berwarna merah dengan body yang keren sudah mulai melaju ke arahnya. "Lihat Tuan, aku matikan ya sambungan teleponnya." ucapnya.     

"Iya,"     

Setelah mendapatkan persetujuan seperti itu, Felia langsung saja menutup sambungan telepon mereka. Bergegas untuk menaruh ponsel ke dalam tas selempang miliknya, lalu beranjak dari duduk. Mengibas-ngibaskan tangannya ke udara, tepatnya ke arah mobil yang sedang melaju.     

Ia menghembuskan napasnya kala mobil milik laki-laki yang menyuruhku membeli roti dan kopi ini akhirnya berhenti tepat di hadapannya.     

"Gila, dia pakai jimat kali ya? Kok bisa di jemput sama laki-laki bermobil sih?"     

Tiba-tiba saja, kalimat itu terdengar masuk ke dalam telinga Felia. Yang tadinya ia ingin membuka pintu mobil pun langsung mengurungkan niatnya untuk menolehkan kepala ke arah suara yang sudah jelas-jelas diperuntukkan dirinya.     

"Maaf, Tuan. Tuan berbicara sama aku?"     

Ternyata, orang dengan mulut yang memang tidak bisa di jaga itu adalah seorang laki-laki. Dengan gaya yang sangat songong, menggigit satu buah tusuk gigi di mulutnya. "Iya, sama lo. Memangnya siapa yang keliatan seperti orang miskin yang banyak gaya kayak lo?"     

"Tapi Tuan, aku gak banyak gaya. Kenapa Tuan bilang seperti itu padaku?"     

"Karena lo naik ke mobil mewah, tapi tampilan lo itu gak banget."     

"Memangnya yang bisa naik mobil cuma orang-orang berpakaian bagus? Kalau begitu, kenapa Tuan tidak naik mobil mewah melainkan menggunakan motor?"     

Kalau di injak, lawan selagi bisa. Karena harga diri adalah yang paling paling di utamakan untuk menjunjung tinggi setiap martabat manusia.     

Terlihat laki-laki tersebut yang berdecih, tentu saja membuat Felia sedikit melangkahkan kaki ke arah wanita yang tengah menatapnya dengan sorot khas, lalu berhenti tepat di depannya. "Lo tau apa artinya kalau wanita tanpa fashion itu dekat dengan laki-laki kaya? Berarti tubuhnya udah di pakai sebagai jaminan," ucapnya.     

Felia membelalakkan kedua bola matanya. "Jaga ucapan kamu!" serunya sambil menunjuk laki-laki yang berada di hadapannya ini dengan kasar. Ia memang tahan kalau orang cuma mengejek penampilannya, tapi kalau sudah membawa-bawa tubuh dan menyeret harga diri, ia tidak bisa diam.     

"Apa emangnya lo mau apa? Wanita murahan pasti akan selalu mencari pembelaan untuk dirinya sendiri."     

Menggeram marah, Felia langsung saja menatap laki-laki iti dengan tajam. "Menyebalkan," ucapnya sambil menendang tulang kering laki-laki tersebut. Menjulurkan lidahnya, lalu merasa menang.     

"Shit,"     

Baru saja tangan kekar itu ingin meraih rahang Felia untuk di cengkram kasar, sebuah tangan kelar lainnya menghentikan aksi tersebut. "Laki-laki jaman sekarang mulutnya gak bisa di jaga, apalagi attitude nya pasti ancur."     

Bugh     

Bugh     

Bugh     

Krack     

Suara pukulan yang dilayangkan bertubi-tubi dan diakhiri dengan tulang patah membuat kaki Felia terasa lemas. Ia benar-benar tidak menyangka akan kejadian seperti ini, memundurkan tubuhnya, lalu menutup mata dengan kedua tangan mungilnya.     

"Stop, stop! Mengaku kalah." ucap laki-laki yang tadi menggoda Felia dengan batuk darah. Ia mengarahkan tangannya membentuk tameng supaya laki-laki yang kini masih berdiri kokoh dengan tuxedo-nya itu menghentikan pergerakan ganasnya.     

"Minta maaf!"     

Felia melihat laki-laki yang sudah babak belur itu dengan sorot mata kasihan. Padahal, tadi ia membela diri dengan menentang ucapannya namun sekarang perasaan lembut itu hadir.     

"Kau tak apa?"     

"Diam, wanita mur--"     

"Ekhem," deheman itu berasal dari laki-laki tuxedo.     

"Aku minta maaf, maaf dengan ucapan ku."     

Felia menganggukkan kepalanya, lalu menampilkan sebuah senyuman tipis. "Tidak masalah," ucapnya yang sebenarnya masih ingin menendang kaki laki-laki itu. Soalnya, bisa-bisanya dia memandang ia seperti wanita murahan. Belum tau saja kalau dia hanya sekedar ART dari sang pemilik mobil itu.     

Terkadang manusia lebih suka menilai apa yang terjadi di hadapannya tanpa berpikir lebih maju.     

Setelah itu, laki-laki tersebut pergi dari lokasi dengan mengendarai motor yang sebenarnya tidak kalah keren dengan mobil sport.     

Sekarang, dirinya tinggal bersama dengan laki-laki yang kini tengah menatapnya sambil menghembuskan napas. Entah kenapa sorot matanya seperti menampakkan raut wajah yang khawatir seperti dengan putrinya. "Apa kamu tidak terluka?" tanyanya.     

Felia tahu betul siapa laki-laki itu.     

Dia adalah laki-laki yang selalu ia sebut dengan panggilan 'Tuan'. Ia memakai kacamata hitam supaya orang-orang tidak fokus menatap wajahnya yang familiar itu.     

"Tentu, terimakasih Tuan."     

"Lain kali, kalau ada orang yang kurang ajar seperti itu, pukul saja kalau bisa tendang biar tidak seenaknya."     

"Memangnya Tuan mendengar percakapan kita?"     

"Tentu saja,"     

Felia melihat ke arah kantung belanjaannya untuk memastikan kalau apa yang ia beli ini masih dalam kondisi baik. "Pesanan mu aman, Tuan." ucapnya sambil menghembuskan napas lega, menolehkan kepalanya ke arah laki-laki yang berdiri tidak jauh dari pihaknya lalu tersenyum sopan.     

"Dan kamu masih mempedulikan pesanan ku?"     

"Tentu saja, nanti jadi tidak amanah kalau kenapa-kenapa."     

Laki-laki tersebut tampak menggelengkan kepalanya karena tidak habis pikir dengan Felia. Sungguh, jika kebanyakan wanita akan mengurusi keselamatan dan penampilannya kalau berada di situasi ini, tapi berbeda dengan wanita tersebut.     

"Kalau begitu, mari kita pulang. Jangan menarik perhatian terlalu banyak dengan orang lain,"     

"Baik, maafkan aku Tuan Sam."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.